Novel
MomLit ini bercerita tentang Hannah
Andhito yang (menurut saya) merupakan gambaran karakter idaman setiap perempuan
yang beranjak dewasa jika sudah berkeluarga nanti. Tinggal di ibukota, sukses
bekerja di perusahaan multinasional yang gajinya cukup untuk ditabung, mengikuti
life style terkini, mempunyai suami
yang ganteng plus family man, dan anak
yang lucu, serta teman-teman yang menyenangkan. Perfect, huh? But wait,
gimana kalau tiba-tiba anaknya, Razsya, suatu kali bergumam dalam tidurnya
bahwa ia menyayangi pengasuh yang sehari-hari selalu bersamanya? Ibu manapun
pasti akan kaget dan sedih jika tahu anaknya lebih senang bersama pengasuh
dibandingkan ibunya sendiri.
Sejak
saat itu Hannah pun bertekad ia harus menjadi ibu yang lebih baik lagi untuk
Razsya, harus lebih sering menghabiskan quality
time bersama putra dan suaminya, sampai suatu saat akhirnya Hannah harus
memilih antara pekerjaan atau keluarga. Perjalanan Hannah menemukan makna
menjadi seorang ibu yang sesungguhnya untuk Razsya dan menjadi istri yang
semakin hari semakin baik bagi Wigra ini membuka mata saya tentang kehidupan
berkeluarga pasangan muda pada masa kini.
Tidak
sedikit dari perempuan Indonesia dari remaja sampai yang beranjak dewasa ingin
cepat-cepat menikah dan berkeluarga. Kenapa saya spesifikin di Indonesia? Karena
kayanya jarang deh cewe bule yang mau cepat nikah, huehehe! Tapi sebenarnya,
apakah kita (termasuk saya juga) perempuan-perempuan yang masih early twenties ini udah ngerti gimana
cara mempertahankan rumah tangga ditengah banyaknya godaan hidup jaman
sekarang? Gimana cara membahagiakan suami, jadi menantu yang baik, dan pastinya
ibu yang baik? Atau bahkan seperti apa sih kehidupan orang yang udah menikah? Apakah
sama romantisnya kaya waktu pacaran atau berubah? Udah ngerti apa makna sebuah
pernikahan dan keluarga?
Pertanyaan-pertanyaan
tersebut mungkin baru terjawab jika kita sendiri udah menikah nanti. Learning by doing. Tapii.. kalau mau tau
gambaran kecilnya bagaimana kehidupan setelah menikah dan punya baby, coba baca buku ini sampai habis. Semula
saya kira saya salah beli buku ini, karena ini bukan novel Sitta Karina yang
ceritanya fantasi banget seperti serial klan Hanafiah yang saya sukain. Cuma pas
abis baca, buku ini ternyata lebih real
dari buku-buku novel remaja mbak Arie yang lain (yaiyalah… namanya aja novel MomLit, Lay -___-). Malah menurut saya buku ini sesuai kalo dibaca sama orang
yang justru belum menikah, supaya ada gambaran gimana kalo udah menikah dan
punya anak nanti, hehehe!
Menikah
itu bukan cuma mikirin gimana caranya supaya asap dapur masih ngebul esok hari,
atau anak mau disekolahin dimana.. tapi banyaaak banget yang harus ditanganin
supaya rumah tangga terus berjalan dan berkembang. Menyatukan dua pikiran walaupun
udah suami-istri itu ngga selalu mudah kaya menyatukan dua orang di pelaminan
(#eaaa). Pasti ada aja yang dipermasalahin dan kadang lebih ruwet dari sub-bab
1.2 skripsi gue yaitu “perumusan masalah” (krik!).
Dari
masalah yang paling klasik antara milih mau karier atau keluarga, ribut
perbedaan pola asuh, sampai orang-orang di lingkungan yang ngga mendukung kalo
pernikahan jaman sekarang itu sebuah komitmen yang sangat pantas untuk
dipertahankan sehingga menjadi ujian bagi Hannah dan Wigra.
Seperti
novel-novelnya yang lain, Rumah Cokelat
juga ditulis secara ringan dan mengalir oleh Sitta Karina. Ada dua hal yang
saya petik dari novel ini. Pertama, adalah nasihat lama yang pasti disabdakan
orang tua kepada anaknya.. “Jangan salah pilih teman.” Teman sih boleh banyak
dan ngga usah pilih-pilih, tapi tidak semuanya baik untuk dijadikan sahabat,
terutama sahabat sampai kita berkeluarga nanti. Karena dalam novel ini justru sahabat
Hannah yang memberi pengaruh negatif terhadap kehidupan rumah tangganya. Kedua,
bahkan orang yang berbeda pemikiran, sifat, dan kegemaran pun bisa disatukan
dalam pernikahan jika mempunyai keinginan yang kuat untuk menyatukan pendapat
dan menyingkirkan ego masing-masing. :)
Dialog
favorit gue di novel ini adalah ketika Wigra dan Razsya sedang bermain di playground pada malam hari.
“Raz…”
“Ya, Ayah.”
“Jagain Ibu ya, Nak. Hormati perempuan. Kalau nanti
Razsya sudah besar dan mau berbuat seenaknya ke perempuan, ingat Ibu. Menyakiti
mereka sama dengan menyakiti Ibu.”
Uwuwuuu..
istri dan ibu mana yang ngga terharu denger ucapan dari kepala keluarga yang
seperti itu?